Senin, 28 Maret 2011

Trust, Jumping Economy dan Rental Economy


Tulisan ini adalah hasil pengembangan dari diskusi Forum Kajian Ekonomi dengan Bapak Penny di FE UIN.

Diskusi dengan PaK Penny berjalan dengan dinamis dan menarik. Meskipun, durasi bicara beliau agak terlalu lama. Namun, ada beberapa terma baru yang masih menggantung di pikiran yang memaksa untuk sedikit memahaminya yang sebenarnya tidak terlalu terasa asing di telinga, yaitu: 1. Trust, 2. Jumping economy, 3. Rental Economy.

Ekonomi global modern bergantung pada pembagian kerja dan asas kepercayaan yang menembus belahan dunia manapun. Adam Smith, bapak ekonomi modern, berpendapat kekayaan itu dibangun atas pembagian kerja. Dia memberi contoh terkenal dari pabrik peniti di mana satu pekerja mengeluarkan kawat peniti, ada yang memotong, lalu ada yang membuat bagian kepala, lalu ditajamkan dan sebagainya. Pabrik peniti ini tidak akan memproduksi apapun jika para pekerja tidak bisa saling percaya dengan tugas mereka masing-masing. Dengan kata lain, kekayaan sama dengan trust atau kepercayaan.

Trust merupakan kata dari bahasa Inggris yang memiliki beberapa arti dan makna. Seperti Bahasa Inggris secara umumnya pasti memiliki relasi sejarah yang dengan beberapa bahasa lain seperti, Yunani, Perancis, Latin, Jerman dan terkadang Belanda; terlalu kompleks untuk ditelusuri satu per satu. Kata trust jika dilihat sebagai kata benda berarti kepercayaan, bisa berarti pula keyakinan, perserikatan, harapan, tanggung jawab,  persekutuan, penjagaan, piutang dan kredit. Sebagai kata benda berarti mempercayai, berharap, percaya atas/kepada, menaruh kepercayaan kepada dan menghutangi. Sedangkan dilihat sebagai kata sifat berarti sesuatu yang berkenaan dengan persekutuan, berkenaan dengan perserikatan dan yang dipercayakan.

Jika dilihat dari perspektif ilmu ekonomi, trust ini memiliki dua makna; satu sebagai asas kepercayaan dalam berperilaku ekonomi, kedua; prilaku ekonomi itu sendiri terkait dengan jual-beli, dana pinjaman, hutang piutang, kredit, dsb. Contoh sederhana dari dari yang pertama adalah  bayangkan jika anda pergi ke toko untuk membeli sekotak susu, tapi mendapati lemari es tampat susu itu terkunci. Jika anda berhasil membujuk pemilik toko untuk mengambil susu, anda mungkin akhirnya akan berpikir mengenai apakah anda akan menyerahkan uang terlebih dulu, atau pemilik toko yang akan menyerahkan susu terlebih dahulu. Karena tidak adanya rasa kepercayaan di antara keduanya; aktivitas jual-beli pun terganggu. Contoh lain dari trust  sebagai asas kepercayaan bagaimana orang Cina berprilaku ekonomi.

Salah satu kunci sukses bisnis etnik China baik yang tinggal di negerinya sendiri maupun di perantauan adalah kuatnya eksistensi saling percaya (trust) pada tingkat individu dan adanya guanxi, sebagai pelindung dari lemahnya kelembagaan publik. Dalam sejarah  China, kepercayaan kepada uang kertas telah mengalami berbagai ujian terkait dengan naik-turunnya kondisi ekonomi dan politik. Dalam hubungan ini menjadi wajar bila hanya sedikit saja anggota masyarakat yang percaya terhadap birokrasi dan struktur hukum ketika aksi kedua lembaga ini tidak menyiratkan kepercayaan dan perlindungan hak individu serta transaksi bisnis. Akibatnya lembaga formal tidak pernah mendapat kepercayaan masyarakat.

Dalam konteks seperti ini guangxi tidak hanya memberi ruang bagi ekspresi hubungan pribadi antar-pelaku bisnis yang dikombinasikan dengan karakter pribadi (trait) dan kesetiaan (loyalty), namun juga merupakan sebuah bentuk pertukaran sosial berdasarkan sentimen primordial dan emosi budaya yang ditandai dengan saling percaya. Ketika seseorang berhutang kepada sesama pelaku bisnis, pembayarannya tidak semata-mata tepat waktu dan sesuai perhitungan (pokok plus bunga) namun dalam transkasi seperti ini terkandung pula ikatan sosial yang seringkali di luar rasional ekonomi. Selalu ada unsur non-ekonomi (intangible goals) seperti motivasi politik, kekuasaan, meraih status tertentu, dan lain sebagainya dalam transaksi yang bernafaskan guangxi. Sebaliknya, jika seseorang melakukan pelanggaran atas komitmen yang terbangun dalam semangat guangxi, maka dengan mudah citra negatif akan tersebar dan habislah masa depan bisnisnya.
Jaringan guangxi terwujud karena berbagai latar belakang, ada yang karena memiliki kesamaan asal daerah (qingqi), teman satu alumni (tongxue), sahabat ketika di perguruan tinggi (tongshi), atau karena ada kesamaan minat (tonghao). Melihat latar belakang terbentuknya, perlu dicermati bahwa guangxi tidak identik dengan kekeluargaan (familialisme) dan paternalism. Guangxi lebih mentik –beratkan pada adanya tata aturan tidak tertulis (unwritten codes) yang melindungi perilaku oportunistik anggotanya. Menyusul perubahan kebijakan ekonomi China, banyak perantau yang telah sukses di berbagai negara, karena guangxi, mereka kembali dengan membawa investasi untuk membangun tanah leluhur.

Ada yang menganalisa trust sebagai harapan bersama dalam suatu kelompok atau komunitas perilaku usaha, yang didasarkan pada norma-norma sosial bersama, seperti timbal balik dan reabilitas. Ada dua pertanyaan yang muncul terkait dengan trust ini. Pertama, mengapa hal itu muncul, kedua; bagaimana cara ia berevolusi?. Setidaknya ada dua pendekatan untuk menjawab pertanyaan pertama. Manusia adalah makhluk moral yang memiliki nilai-nilai dasar yang dapat dipercaya dan bersifat menyebar dan secara rasional dapat menimbulkan kepercayaan antar sesama. Pendekatan kedua menekankan potensi keuntungan bersama menghindari praktik keuntungan pribadi yang eksploitatip. Meskipun terjadi kritik atas pandangan bahwa tidak semua orang mau mengikuti aturan moral yang berlaku, kritik tersebut bisa teratasi dengan menjawab pertanyaan kedua karena keduanya bersifat saling melengkapi.
Evolusi terjadi jika ada titik temu motivasi individu rasional (suatu mesin tindakan, dalam kata-katanya) dengan struktur sosial yang ada. Trust dan perilaku yang dapat dipercaya hanya rasional jika potensi penyimpangan telah diukur. Untuk ini, diperlukan norma-norma sosial yang efektif untuk berkembang, yang mengikat perilaku.  Ada yang menyatakan bahwa norma ini  bertindak sebagai “instrumen penghalang dari self-intrest” dan “mengubah biaya dan manfaat dari bekerja sama agar tidak terjadi dilemma-dilema yang tidak diinginkan.”

Baik trust maupun reabilitas harus berdasarkan penilaian moral serta penilaian objektif kerjasama sebagai instrumen untuk memperoleh keuntungan ekonomi bersama. Dengan kata lain, keuntungan, baik materi nilai-nilai internal dan eksternal menjadi pertimbangan biaya-manfaat investasi dalam norma-norma usaha dan trust tersebut. Tetapi bagaimana norma itu muncul dan menghasilkan kepercayaan interpersonal? Di satu sisi, harus ada keyakinan bahwa trust itu bermanfaat untuk setiap stakeholders yang terkait dengan usaha anda: nilai tambah dari perilaku kerjasama ini harus lebih besar daripada nilai kurangnya. Ini penting untuk menentukan tingkat kepercayaan yang akan memiliki pada orang lain. Di sisi lain, anda sendiri pun harus dapat dipercaya. Dengan demikian, perilaku seperti ini akan bertahan.

Trust sebagai perilaku ekonomi terfokus pada mencari keseimbangan yang tepat antara membangun kepercayaan melalui keterbukaan, perlindungan kepentingan dari penipuan, hilangnya informasi rahasia, vandalisme, pencurian yang dilakukan karyawan dan terutama bentuk kerugian ekonomi. Ini penting terutama bagi perusahaan yang ingin membangun citra yang dapat dipercaya.  Dalam konteks transaksi bisnis, trust berhubungan dengan relasi antara pihak yang berbeda, waktu yang dibutuhkan untuk membangun dan memelihara hubungan, pertukaran asset wujud/tidak berwujud tukar dan bagaimana dapat bertukar bisa dilakukan lebih aman. Interaksi klasik yang konkret dilakukan dengan pendekatan tatap muka yang memberikan pelaku pilihan interaktivitas, visibilitas, dan informasi sosial. Tetapi, sekarang, interaksi tatap muka tergantikan dengan mediasi interaksi teknologi dan konsekuensinya adalah kepercayaan menjadi isu utama karena fakta bahwa kepercayaan yang rendah berarti interaksi mahal (baik dari segi ekonomi dan manusia) dan karena kemampuan membangun hubungan kepercayaan dan evaluasi sekarang ini mengandalkan hanya pada interaksi elektronik melalui Internet.

Pemahaman trust  sebagai keberhasian maupun kegagalan usaha kegiatan kredit untuk orang miskin dapat dilihat dari sejarah. Pada paruh kedua abad ke-19 dan awal abad ke-20, Jerman terkenal dengan solusi kelembagaan dalam memberikan kredit bagi masyarakat miskin. Koperasi kredit Jerman berkembang di negara itu dan menjadi model  untuk lembaga-lembaga serupa di banyak tempat lainnya. Akan tetapi, di Irlandia, transplantasi seutuhnya koperasi kredit a la Jerman tidak menuai keberhasilan. Meskipun berdasarkan pola yang dikembangkan Jerman; model dan didukung oleh berbagai organisasi swasta dan pemerintah, kredit Irlandia koperasi mengalami stagnasi setelah awal mereka pada tahun 1894. Sedangkan di Amerika Serikat, upaya kelembagaan untuk memberikan kredit kepada orang miskin dilakukan dengan pelbagai model dan belum memberikan hasil maksimal yang diharapkan.

Gagasan bahwa kredit dalam layanan tertentu, atau keuangan yang lebih umum, merupakan bagian penting dari masalah kemiskinan kembali setidaknya akhir abad 18 dan awal 19. Pada saat itu reformis sosial di Eropa mulai advokasi lembaga khusus tabungan bagi masyarakat miskin.

Ada dua motivasi gerakan reformis dengan pendekatan ini; pertama dalam rangka menghilangkan kebiasaan buruk dengan gerakan hemat, yang dianggap dapat mempromosikan gaya hidup stabil, mendorong masyarakat miskin untuk membuat tabungan sebagai buffer terhadap pendapatan tidak teratur mereka.  Kedua, untuk mengurangi beban fiskal kemiskinan dengan membantu masyarakat miskin untuk membantu diri mereka sendiri. Akhirnya, hingga pertengahan abad 19, para reformis di beberapa Negara eropa masih mengindifikasi kredit sebagai masalah serius ekonomi saat itu.

Para ekonom saat ini cenderung menekankan kebutuhan masyarakat miskin dengan kredit cara untuk mengelola pendapatan yang tidak teratur dan masalah sosial seperti pengangguran dan penyakit. Pinjaman sebaiknya ditekankan untuk usaha produktif dan kredit untuk tujuan konsumsi itu harus dihindari. Kredit untuk orang-orang miskin dan tetap bermasalah karena pada ranah mekanisme informasi dan sanksi digunakan untuk mendukung pinjaman kepada masyarakat miskin yang tidak berjalan dengan baik. Sebagian besar pinjaman kepada orang miskin relatif kecil, yang berarti bahwa biaya investigasi dan pemantauan relatif lebih besar dari pada pinjaman itu sendiri. Orang miskin mungkin juga peminjam bermasalah karena alasan lain, seperti gaya hidup yang semerawut dan pendapatan yang tidak teratur. Asumsi masalah dasarnya adalah tidak adanya aset untuk jaminan. Individu manapun yang mengambil resiko aset mereka sebagai jaminan tidak ada akan meminjam jika tidak mampu untuk mengembalikannya. Jika mereka tidak mampu membayar kembali pinjamannya, aset mereka pun akan disita.

Biasanya, sebuah bank memberikan pinjaman jika sang peminjam tidak hanya memiliki jaminan (collateral) tapi juga character, capital, capacity dan condition yang dipandang layak; ini dikenal dengan istilah 5C. Namun, Muhammad Yunus memberikan perlawanan terhadap mainstream ini berdasarkan keprihatinan mendalam atas ketidakberdayaan ekonomi dan permasalahan kemiskinan yang terjadi di Bangladesh. Grameen Bank terlahir sebagai sebuah alternatif pemberdayaan ekonomi mikro kelompok miskin di Bangladesh pada tahun 1976. Yunus dan Grameen Bank menyalurkan kreditnya sebagai usaha pemberdayaan dengan memberikan kredit kepada wanita dalam nilai yang kecil dan tidak menggunakan jaminan sama sekali. Keutamaannya memilih  wanita karena ia menganalisa bahwa perempuan memiliki komitmen lebih besar untuk mengatasi permasalahan keluarganya. Perempuan-perempuan ini meminjam uang lalu berusaha memakainya sebagai modal kerja untuk menjaga agar asap dapur rumah mereka tetap mengepul, dan membiayai sekolah anak-anak mereka. Tidak seperti laki-laki yang lebih egois yang memakai uang kebanyakan untuk kepentingan mereka pribadi.

Salah satu target utama dari kredit yang diberikan Grameen adalah mereka yang tak memiliki tanah. Karena kelompok masyarakat dalam kategori tersebut sama sekali tidak memiliki akses untuk mendapatkan kredit. Hingga saat ini, Grameen Bank telah mampu melayani hampir 50% penduduk miskin di Bangladesh. Hinga 13 desember 2006, Grameen Bank mencatat sebanyak 1.074.939 kelompok di seluruh bangladesh telam mampu dilayaninya. Total kredit yang diberikannya mencapai US $ 5,887.52 pada bulan november dan dikembalikan hampir 98.97%. Bermodalkan kepercayaan kepada kelompok rentan dalam hal ini masyarakat miskin, Grameen Bank telah membantu Bangladesh untuk keluar dari lembah kemiskinan.

Muhammad Yunus menolak strategi-strategi yang dikemukakan oleh Bank Dunia bahwa untuk bisa mengatasi kemiskinan masyarakat miskin harus dididik. Baginya yang mereka butuhkan adalah kesempatan dimana mereka bisa mengoptimalkan kemampuan yang sudah mereka miliki. orang miskin jangan dilihat sebagai masyarakat malas dan tidak mau bekerja. Mereka hanya tidak memperoleh kesempatan saja, yang bila diberikan akan membuat mereka menghasilkan kinerja yang tak kalah produktif.

Muhammad Yunus dan Bank Grameennya merupakan contoh nyata aktualisasi nyata dari trust sebagai asas kepercayaan dan perilaku ekonomi (pinjaman). Tulisan ini hanyalah serpihan dan tidak dapat merangkum semua hal terkait terma trust karena term ini sangat ekspansip perkembangan kajiannya. Semoga bermanfaat. 


Sumber bacaan:
Gert-Jan M. Linders, Henri L.F. de Groot and Peter Nijkamp, Economic Development, Institutions and Trust; Department of Spatial Economics Vrije Universiteit De Boelelaan, May, 2004.
Theodosios Tsiakis, The Economic Notion of Trust, Department of Economic Studies, University of Thessaly International Journal of Security and Its Applications, Vol. 4, No. 2, April, 2010.
Timothy W. Guinnane, Trust: A Concept Too Many, Center Discussion Paper NO. 907, Yale University, February 2005.
Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, Di Balik Sukses Ekonomi China dan India, Sebuah makalah Mahasiswa S3, Manajemen Strategi, Sekolah Pasca Sarjana, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, tanpa tahun.
http://translate.google.co.id/#en|id|Trust
http://glossary.econguru.com/economic-term/trust
http://www.forbes.com/2006/09/22/trust-economy-markets-tech_cx_th_06trust_0925harford.html
Belajar Mengembangkan Ekonomi Mikro dari Muhammad Yunus, http://gilangwhp.wordpress.com/2007/06/07/belajar-mengembangkan-ekonomi-mikro-dari-muhammad-yunus/, diakses pada tanggal 10 Februari 2011, jam 00.05.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar